Kamis, 29 Juli 2010

Humanisme school



Humanisme School

Di halaman pojokan perumahan kumuh tak jauh dari tempat gundukan pembuangan sampah kota , terdengar sayup-sayup suara anak-anak kecil jalanan mengeja huruf dan membaca. Perumahan kumuh tak layak huni tersebut sekitar beberapa kilometer dari salah satu jembatan layang jalan tol ibukota, di sampingnya kali besar dengan air yang deras mengalir berwarna hitam, bau tak sedap dan banyak digenangi sampah . Meski tak jauh dari tempat itu berdiri dengan megahnya gedung-gedung pencakar langit seperti: perumahan mewah, mal-mal, apartemen, perkantoran elit, dan hotel-hotel berbintang .

Diantara anak-anak jalanan yang riang belajar meski dengan aroma bau tak sedap dari keringat mereka yang menyengat bercampur dengan aroma bau sampah organik yang membusuk, seorang laki-laki relatif muda dengan wajah sepintas terlihat sangar, kulit hitam legam, penuh tato dan berpakaian kumal duduk. Sekali-kali dia menghardik anak-anak yang salah mengeja huruf atau berlari kesana-sini. Laki-laki muda itu sehari-harinya berprofesi sebagai pemulung Sebelumnya dia pernah menjadi pengamen di bis kota dan metromini dari satu terminal ke terminal lain. Pendidikannya tidak tamat S D, dan sering keluar masuk menjadi alumni Lembaga Pemasyarakatan dengan catatan kriminal yang panjang., mulai dari menjambret sampai dengan membunuh orang. Namun entah kenapa belakangan ini ia berhenti jadi pengamen dan beralih profesi jadi pemulung, sekali-kali terlihat mengajar anak-anak jalanan membaca , bahkan belakangan ini setiap hari jumat ikut sholat jumat di mesjid sekitar itu.
Nasihat yang sering terlontar dari mulutnya pada anak-anak jalanan sederhana saja: “ Rajin-rajin bantuin emak ! Belajar baca yang benar biar pintar, kalau udah besar jangan jadi gelandangan seperti abang ! Jangan mencuri, jangan jadi orang jahat. Jangan jadi bajingan ! “ katanya

Ilusi di atas merupakan gambaran bahwa bersikap dengan menggunakan hati nurani dapat membuat seorang menjadi humanisme dan bermakna buat orang lain, dan pada hakikatnya belajar/pendidikan adalah salah satu kebutuhan fundamental semua manusia. Sebagaimana ayat pertama yang turun dalam Al quran “Iqra “ yang artinya baca!. Dengan bisa membaca kita menjadi berilmu, dengan berilmu kita bisa melihat sekitar dan melakukan perubahan. Belajar adalah kebutuhan manusia sepanjang hayat, seperti diungkapkan Eartha Kitt “ I am learning all the time. The tombstone will be my diploma, yang artinya saya belajar selama saya hidup, batu nisan akan menjadi ijazah saya.”

Sekolah mengemban tugas kemanusiaan yang berat agar dapat melahirkan manusia-manusia yang kompeten dan berhati nurani. Bagaimana seorang pemimpin yang tak peduli nasib rakyatnya dulu bersekolah? Bagaimana seorang koruptor kelas kakap dulu bersekolah? Atau bagaimana seorang dokter mal praktek dulu bersekolah? Apakah mereka dulu bersekolah di gedung dengan fasilitas yang fantastis, kurikulum yang hebat , guru yang bersertifikat profesional , dan mereka lulus dengan nilai cum loud? Atau mereka bersekolah alam tanpa kurikulum seperti sekolah anak jalanan di atas, diantara tumpukan sampah, beralaskan tanah becek ,beratapkan terik matahari ,tanpa dinding kelas, dan tanpa guru dengan selembar ijazah pun?

Guru dengan predikat pahlawan tanpa tanda jasanya memegang kendali utama dalam sekolah menciptakan nuansa sekolah cerdas intelektual, emosional ,spiritual dan penuh cintakasih sehingga dapat melahirkan manusia yang kompeten, berhati nurani dan humanisme. Profesi guru terkadang dipuja dengan tuntutan yang tinggi. Namun disatu sisi oleh sebagian orang terkadang masih dipandang sebelah mata, mungkin karena secara materi fisik belum ada profesi guru di negeri ini yang bisa menjadikannya termasuk deretan konglomerat, namun seorang guru dalam sekolah berbasis humanisme dapat melahirkan konglomerat yang dermawan , pemimpin seperti umar bin khatab yang bisa menangis tatkala mengetahui rakyatnya kelaparan, politisi yang bijak, dokter yang humanisme dan profesi lain yang manusianya berhatinurani.

Teruslah berdedikasi para pahlawan tanpa tanda jasa! Menjadi guru sejati ! Meski seorang guru beserta jasa-jasanya begitu mudah terlupakan. Namun karyamu akan terukir indah dalam sejarah pada refleksi generasi yang berhati nurani dan humanisme…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar